Senin, 20 Maret 2017

sejarah pahlawan lambertus nicodemus palar

LN. Palar
Lambertus Nicodemus Palar (lahir di Rurukan, Tomohon, Sulawesi Utara, 5 Juni 1900 – meninggal di Jakarta, 12 Februari 1981 pada umur 80 tahun) juga dikenal sebagai Babe Palar menjabat sebagai wakil Republik Indonesia dalam beberapa posisi diplomat termasuk sebagai Perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia juga menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di India, Jerman Timur, Uni Soviet, Kanada, dan Amerika Serikat. Ayahnya bernama Gerrit Palar dan ibunya bernama Jacoba Lumanauw.
Palar masuk sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Tondano. Dia kemudian masuk Algeme(e)ne Middelbare School (AMS) di Yogyakarta, dan tinggal bersama Sam Ratulangi. Pada tahun 1922, Palar memulai pendidikannya di Technische Hoogeschool di Bandung, yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Di ITB, Palar bertemu dengan tokoh-tokoh kemerdekaan, seperti Sukarno. Karena dilanda sakit yang parah, Palar terpaksa menghentikan kuliahnya dan kembali ke Minahasa. Setelah beberapa waktu, Palar memulai kembali kuliahnya di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, cikal-bakal Fakultas Hukum UI), dan bergabung dalam Jong Minahasa. Pada tahun 1928, Palar pindah ke Belanda untuk kuliah di Universitas Amsterdam.
Palar bergabung dengan usaha pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia dengan menjadi Wakil Indonesia di PBB pada tahun 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi seperti konflik antara Belanda dan Indonesia, pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.
Pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia, Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu dia hanya mendapat gelar "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu. Setelah Agresi Militer II yang dikecam oleh Dewan Keamanan PBB[1], Perjanjian Roem Royen disetujui yang kemudian diikuti dengan Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Indonesia menjadi anggota ke-60 di PBB pada tanggal 28 September 1950. Pada saat berpidato di muka Sidang Umum PBB sebagai Perwakilan Indonesia di PBB paling pertama, Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Palar tetap di PBB sampai saat dia ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia di India. Pada tahun 1955, Palar diminta kembali ke Indonesia dan ikut serta dalam persiapan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia dan Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Setelah pelaksanaan konferensi, Palar memulai kembali tugas diplomatisnya melalui jabatan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Timur dan Uni Soviet. Dari tahun 1957 sampai 1962, dia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan setelah itu kembali menjadi Duta Besar di PBB sampai tahun 1965. Karena konflik antara Indonesia dan Malaysia dan setelah Malaysia terpilih untuk masuk Dewan Keamanan PBB, Sukarno mencabut keanggotaan Indonesia di PBB. Palar kemudian menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Pada saat kepemimpinan Suharto pada tahun 1966, Indonesia kembali meminta masuk keanggotaan PBB melalui pesan yang disampaikan kepada Sekretaris Jenderal PBB oleh Palar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar